Individu dengan dispraksia sering mengalami kesulitan dalam gerakan yang memerlukan presisi, seperti menulis, mengancingkan baju, atau menggunakan alat makan. Hal ini dapat memengaruhi kinerja akademis dan aktivitas sehari-hari. Kesulitan dalam kegiatan seperti berlari, melompat, menangkap, dan seimbang mungkin teramati. Ini dapat mempengaruhi partisipasi dalam olahraga dan aktivitas rekreasi. Kesulitan dalam menilai jarak dan hubungan spasial dapat menyebabkan tantangan dalam kegiatan seperti parkir mobil, menavigasi ruang ramai, atau berpartisipasi dalam olahraga tim. Banyak individu dengan dispraksia mengalami masalah keseimbangan dan mempertahankan postur tegak. Hal ini dapat mempengaruhi kegiatan seperti duduk di kursi tanpa membungkuk atau berjalan tanpa tersandung. Masalah koordinasi oral dapat menyebabkan kesulitan berbicara, termasuk masalah dalam pengucapan, ritme, dan intonasi. Keterampilan bahasa ekspresif dan reseptif juga dapat terpengaruh. Tantangan dalam mengorganisir tugas, mengelola waktu, dan merencanakan kegiatan adalah umum. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja akademis, tanggung jawab pekerjaan, dan rutinitas sehari-hari.
Beberapa individu dengan dispraksia mungkin memiliki sensitivitas yang meningkat terhadap rangsangan sensorik, seperti suara, cahaya, atau sentuhan. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat mempengaruhi konsentrasi dan perhatian. Kesulitan dalam situasi sosial dapat muncul akibat tantangan dalam komunikasi non-verbal, pembuatan dan mempertahankan pertemanan, serta pemahaman sinyal sosial. Frustrasi dan kecemasan dapat timbul akibat kesulitan ini. Merencanakan dan mengeksekusi urutan tugas dapat menjadi sulit. Hal ini dapat mempengaruhi tugas-tugas akademis seperti mengikuti instruksi atau menyelesaikan tugas dengan beberapa langkah. Kesulitan dalam memori jangka pendek dan memori kerja mungkin ada, mempengaruhi kemampuan untuk mengingat instruksi, nama, dan detail tugas sehari-hari.
Pendekatan yang komprehensif dan individual dalam memberikan dukungan sangat penting untuk mengelola dispraksia, yang dapat mencakup terapi okupasional, terapi bicara, dan intervensi pendidikan. Diagnosis dan intervensi yang dilakukan secara dini dapat secara signifikan meningkatkan pengelolaan dispraksia dan membantu individu mengembangkan strategi pemecahan masalah untuk mengatasi tantangan sehari-hari.
Dispraksia pertama kali diakui sebagai gangguan koordinasi perkembangan pada akhir abad ke-19, tetapi pemahaman mendalam tentang kondisi ini terus berkembang seiring waktu. Pada awalnya, gangguan ini mungkin dianggap sebagai masalah psikologis atau kurangnya usaha, tetapi penelitian dan pengamatan lebih lanjut membuktikan bahwa ini adalah masalah neurologis yang sebenarnya. Pemahaman tentang dispraksia telah berkembang menjadi pengakuan bahwa ini adalah gangguan neurologis yang memiliki dasar biologis dalam fungsi otak dan pengembangan motorik. Organisasi kesehatan dan lembaga medis mengembangkan kriteria diagnostik yang lebih spesifik untuk membantu profesional kesehatan mengidentifikasi dan memahami dispraksia pada individu.
Terapi okupasional sering direkomendasikan untuk membantu meningkatkan keterampilan motorik halus dan kasar. Ini melibatkan latihan-latihan yang dirancang untuk memperkuat koordinasi. Terapi bicara dapat membantu mengatasi kesulitan komunikasi dan koordinasi oral yang sering terjadi pada individu dengan dispraksia. Penelitian tentang dasar neurologis dispraksia terus berkembang, membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin berkontribusi pada perkembangan gangguan ini. Lebih banyak kesadaran tentang dispraksia di kalangan pendidik dan sekolah telah membantu mengidentifikasi anak-anak dengan gangguan ini lebih awal, memungkinkan untuk intervensi yang lebih efektif. Kemajuan dalam teknologi pendidikan telah membantu individu dengan dispraksia untuk mengatasi beberapa hambatan, seperti penggunaan alat bantu menulis atau software pembantu.
Meskipun kita telah membuat kemajuan yang signifikan dalam memahami dan mengelola dispraksia, penting untuk terus mendukung penelitian, meningkatkan kesadaran, dan mengembangkan strategi intervensi yang lebih efektif untuk membantu individu yang mengalami gangguan ini.
